Halaman

Jumat, 01 Juni 2012

RI Ganggu Frekuensi di Laut dan Udara. Nelayan belum mampu membeli peralatan frekuensi maritim.

VIVAnews - Menyusul seringnya komplain dari operator penerbangan tentang adanya gangguan frekuensi di penerbangan, pemerintah buka suara untuk menjelaskan. Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kominfo, Muhammad Budi Setiawan menjelaskan secara umum hanya ada dua hal yang selama ini menganggu frekuensi penerbangan.

"Yang mengangganggu hanya pemancaran radio yang melebihi frekuensi radio, dan komunikasi antar nelayan di lautan," papar Budi Setiawan kepada VIVAnews, Jumat 1 Juni 2012.

Menurutnya, para nelayan di lautan Indonesia menggunakan alat komunikasi yang menggunakan frekuensi radio saat berlayar.
"Mereka gunakan alat Handy Talky (HT) dan jaringan frekuensi FM. Itu tidak diperbolehkan digunakan saat berlayar," ujarnya.
Pemerintah memaklumi keputusan para nelayan tersebut. Peralatan  untuk mengatur frekuensi untuk laut atau frekuensi maritim sangat mahal. Alat ini biasanya digunakan dalam kapal pesiar yang mengarungi lautan lepas.

"Nelayan kita tak sanggup beli alat itu. Karakter lautan kita beda. Kapal kita antar pulau," tambahnya.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR RI Selasa lalu, Budi sudah menyampaikan tentang solusi yang akan diambil untuk mengatasi gangguan frekuensi. Dia juga mengusulkan langkah untuk  komunikasi antar nelayan. Budi mengajukan usulan kepada ITU untuk pengalokasian frekuensi tertentu dan mendorong penggunaan perangkat lokal untuk rakyat.


"Kita akan carikan kanal frekuensi khusus untuk para nelayan, namanya Kanal Pelayaran Rakyat," katanya.

Untuk mengajukan usulan ini, Indonesia harus berjuang meyakinkan ITU untuk memberikan izin alokasi khusus frekuensi di lautan Indonesia. Pasalnya, hanya Indonesia yang memiliki persoalan tersebut. Negara lain memiliki karakter lautan lepas.

Budi belum memastikan kapan usulan itu bisa dikabulkan ITU. Dia hanya berharap tahun depan sudah dapat diselesaikan, mengingat jadwal forum ITU tiap beberapa tahun sekali.
"Karena harus menyesuaikan jadwal Sidang ITU," ujarnya.

Terkait untuk memperjuangkan usulan ini, Indonesia akan melobi negara-negara anggota ITU untuk ikut mendukung kepentingan Indonesia.
"Ya, kita optimis. Nanti kita lobi cari dukungan. Ini melibatkan Kemenlu juga," ujarnya. (eh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar